Berita ViralBlogPolitikTeknologi

Tak Ingin Jatuh ke Tangan Musuh, AS Angkat 1 Jet Tempur dan 1 Helikopter yang Jatuh di Laut China Selatan

Beritadunia.id — U.S. Navy telah berhasil mengangkat kembali dua pesawat militer — sebuah jet tempur F/A-18F Super Hornet dan sebuah helikopter MH-60R Seahawk — yang jatuh ke Laut China Selatan pada akhir Oktober 2025. Kedua kecelakaan terjadi saat armada kapal induk USS Nimitz menjalani operasi rutin di kawasan perairan yang penuh sengketa tersebut.

Proses pemulihan (salvage) dilakukan menggunakan sistem tanpa awak milik kontraktor — kemudian lift besar mengangkat pesawat dari kedalaman sekitar 400 kaki (sekitar 122 meter) pada 5 Desember 2025.

Keputusan penyelamatan ini dianggap sangat strategis — bukan sekadar untuk menyelamatkan aset, tetapi lebih untuk mencegah potensi kebocoran teknologi militer sensitif jika bangkai pesawat jatuh ke tangan pihak lain. Menurut pernyataan resmi Letnan Komandan Christopher Andersen, semua pihak yang terlibat menunjukkan keahlian penting untuk memastikan operasi berlangsung aman dan sukses.


Kronologi Insiden: Jet dan Helikopter Jatuh Terpisah 30 Menit

Menurut rilis resmi U.S. Navy, kecelakaan pertama melibatkan MH-60R Seahawk — helikopter yang jatuh sekitar pukul 14:45 waktu setempat saat menjalankan operasi rutin dari deck USS Nimitz. Tiga awak helikopter berhasil diselamatkan oleh tim SAR kapal.

Tidak genap setengah jam berselang — tepatnya 30 menit kemudian — sebuah F/A-18F Super Hornet juga mengalami kecelakaan saat berada pada area operasional yang sama. Kedua pilot jet berhasil menggunakan kursi lontar (eject) dan juga selamat.

Semua kru dari kedua pesawat dinyatakan “aman dan dalam kondisi stabil” setelah diselamatkan.

Insiden ini memicu serangkaian investigasi internal U.S. Navy untuk menentukan penyebab: apakah disebabkan kegagalan mekanik, human error, atau faktor eksternal. Namun terlepas dari penyebabnya, keberhasilan pemulihan bangkai menunjukkan kesiapan angkatan laut AS dalam melindungi aset strategisnya.


Mengapa Pemulihan Pesawat Itu Penting — Bukan Sekadar Aset

Menurut analis pertahanan, pengangkatan jet dan helikopter ini merupakan langkah kritis untuk mencegah kecelakaan intelijen — yakni agar data sistem radar, elektronik, dan sistem persenjataan canggih tidak jatuh ke pihak lawan.

Karena pesawat angkut dari kapal induk seperti USS Nimitz sering membawa perangkat dan teknologi sensitif, “salvage cepat” menjadi prioritas. Keberhasilan operasi menunjukkan koordinasi tingkat tinggi serta kemampuan teknis dari tim penyelamat laut dan penyelaman mendalam dari U.S. Navy.

Di tengah ketegangan geopolitik di kawasan Laut China Selatan — dengan klaim tumpang tindih dan kehadiran militer berbagai negara — kontrol atas teknologi militer modern menjadi isu strategis. Mengabaikan bangkai pesawat yang jatuh akan memberi potensi kebocoran rahasia militer.


Respon Militer & Dampak Geopolitik

Keputusan penyelamatan cepat ini mendapat sorotan internasional, terutama dari negara-negara yang memantau dinamika militer di Indo-Pasifik. Pemulihan aset militer modern semacam Super Hornet dan Seahawk mengirim pesan kuat bahwa meskipun terjadi insiden, AS tetap menjaga kontrol penuh terhadap teknologi militernya.

Namun, insiden ini juga menimbulkan kekhawatiran dari pihak lain — terutama dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara yang kerap berselisih soal klaim wilayah. Kejadian dua kecelakaan dalam satu hari memicu kritik terhadap operasi militer intens di perairan sensitif, serta pertanyaan soal kesiapan dan maintenance pesawat.

Para analis militer dan pertahanan menekankan bahwa selain penyebab teknis, insiden tersebut bisa mempengaruhi persepsi publik terhadap operasi kapal induk di kawasan panas seperti Laut China Selatan — dan berpotensi memperburuk tensi jika dianggap sebagai provokasi atau kecelakaan beruntun.


Implikasi bagi Keamanan & Strategi di Asia Timur

  • Pentingnya kendali atas teknologi militer sensitif: Pemulihan dua pesawat menunjukkan prioritas tinggi AS terhadap keamanan data dan sistem senjata modern, terutama di wilayah rawan konflik.
  • Risiko operasional tinggi di wilayah sengketa: Terbang dari kapal induk di wilayah yang dipersengketakan membawa risiko besar — bukan hanya bagi keselamatan awak, tapi juga keamanan strategis aset.
  • Tekanan diplomatik & militer di Laut China Selatan: Insiden seperti ini bisa memicu reaksi dari negara lain — terutama negara-negara yang mengklaim perairan, meningkatkan potensi ketegangan.
  • Tanda kesiagaan & keandalan militer: Keberhasilan salvage menunjukkan kemampuan teknis dan logistik militer AS, menjadi sinyal bagi negara lain bahwa AS serius menjaga dominasi armadanya.

Kesimpulan: Selamatkan Teknologi, Hindari Resiko — Pentingnya Salvage Cepat

Pemulihan jet tempur dan helikopter milik AS dari Laut China Selatan bukan sekadar operasi penyelamatan aset. Ini adalah langkah strategis yang menunjukkan bahwa dalam era persaingan militer dan geopolitik, kontrol terhadap data, sistem radar, dan persenjataan adalah kunci — bukan hanya kekuatan senjata, tapi juga keamanan informasi.

Keberhasilan operasi ini memperlihatkan kesiapan teknis dan komitmen tinggi dari U.S. Navy untuk menjaga keunggulan militer. Namun, insiden ini juga menjadi pengingat bahwa operasi militer di kawasan sengketa membawa resiko besar — baik terhadap keselamatan awak maupun stabilitas regional.

Dengan latar belakang konflik maritim dan klaim wilayah di Laut China Selatan, pengangkatan kembali pesawat tersebut menjadi bagian penting dari strategi keamanan nasional — dan juga diplomasi militer di kawasan Indo-Pasifik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *