Korban Tewas Banjir Bandang Thailand Capai 162 Orang
Banjir bandang dahsyat yang melanda selatan Thailand akibat hujan ekstrem telah menimbulkan krisis kemanusiaan besar. Pemerintah setempat pada Sabtu (29/11/2025) mengonfirmasi bahwa jumlah korban tewas kini mencapai 162 orang. Mayoritas korban berasal dari provinsi Songkhla — menjadikannya salah satu bencana banjir terburuk dalam dekade terakhir.
Lebih dari 1,4 juta rumah tangga dan sekitar 3,8 juta jiwa terdampak di 12 provinsi selatan, termasuk terendam air, kehilangan rumah, atau mengungsi.
Menurut otoritas Thailand, hujan luar biasa disertai badai sejak awal pekan ini mendorong sungai serta waduk di selatan meluap. Di beberapa area, ketinggian air dilaporkan mencapai hingga tiga meter — terutama di wilayah dataran rendah dan perkotaan yang padat seperti Hat Yai.
Kombinasi curah hujan ekstrem, topografi dataran rendah, dan saluran drainase yang tak mampu menampung volume air besar membuat banjir cepat meluas. Banyak rumah, jalan, dan fasilitas umum terendam — menyebabkan lumpuhnya infrastruktur dasar: listrik, air bersih, dan komunikasi.
- Korban jiwa: Total 162 orang tewas, dengan 126 korban disinyalir dari Provinsi Songkhla.
- Pengungsi & Evakuasi: Lebih dari 14.000 orang telah dipindahkan ke tempat penampungan darurat. Pemerintah mengerahkan militer, helikopter, perahu, dan kapal pendukung untuk membantu evakuasi serta distribusi bantuan.
- Fasilitas medis penuh: Kamar jenazah di rumah sakit setempat kewalahan — beberapa jenazah harus disimpan di truk pendingin sementara.
- Ribuan rumah & infrastruktur rusak: Jalan-jalan terputus, kendaraan hanyut, dan banyak rumah terendam atau rusak parah. Akibatnya akses menuju wilayah terdampak sangat sulit — memperburuk krisis bantuan.
Pemerintah mengumumkan bahwa mereka memasuki fase rehabilitasi — dengan fokus pada penyelamatan, bantuan darurat, dan penyeragaman distribusi suplai makanan, air bersih, serta kebutuhan dasar.
Menghadapi bencana ini, pemerintah Thailand berjanji memberikan kompensasi bagi korban dan membantu pemulihan — termasuk bantuan tunai dan pinjaman tanpa bunga untuk warga terdampak.
Namun, krisis ini memunculkan kritik terhadap kesiapan penanggulangan bencana: warga menilai sistem drainase dan mitigasi risiko banjir di provinsi selatan kurang maksimal, padahal area tersebut berulang kali mendapat peringatan cuaca ekstrem. Banyak yang menyoroti urgensi perbaikan infrastruktur, sistem peringatan dini, dan alur evakuasi yang lebih baik.
Meski curah hujan mulai menurun, otoritas peringatan cuaca memperingatkan kemungkinan hujan lokal susulan dan potensi luapan air dari daerah hulu — yang dapat memicu banjir ulang. Warga diimbau tetap waspada dan tidak kembali ke rumah kecuali telah dinyatakan aman.
Pemulihan jangka panjang juga menjadi tantangan: membenahi rumah yang rusak, memulihkan fasilitas umum, memperbaiki infrastruktur drainase, serta menangani trauma sosial dan ekonomi bagi warga yang kehilangan mata pencaharian.
Banjir besar di Thailand ini terjadi menjelang penyelenggaraan SEA Games 2025 — yang sebagian venue awalnya direncanakan berada di provinsi selatan. Bencana ini jelas mengganggu persiapan dan memaksa penyelenggara melakukan penyesuaian lokasi agar acara tetap aman.
Krisis di Thailand juga menjadi pengingat bagi negara-negara di Asia Tenggara lainnya — bahwa perubahan iklim, pola hujan ekstrem, dan urbanisasi cepat meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi. Dibutuhkan kesiapsiagaan, mitigasi, dan sistem tanggap bencana yang adaptif.
Banjir bandang di Thailand selatan telah mengakibatkan duka mendalam: ratusan korban tewas, ribuan kehilangan rumah, dan jutaan warga terkena dampak langsung. Krisis ini menunjukkan betapa rentannya komunitas terhadap cuaca ekstrem dan seberapa pentingnya kesiapan mitigasi bencana.
Ke depan, fokus harus pada pemulihan korban, rekonstruksi infrastruktur, dan pembangunan ketahanan — agar tragedi serupa tidak terulang. Solidaritas nasional dan internasional sangat dibutuhkan agar warga terdampak dapat bangkit dan pulih.

