10 Orang Tewas, AS Desak Thailand dan Kamboja Hentikan Konflik Bersenjata
Beritadunia.id — Pada 10 Desember 2025, media melaporkan bahwa sedikitnya 10 orang tewas akibat bentrokan bersenjata di perbatasan antara Thailand dan Kamboja — konflik ini telah memasuki hari ketiga.
Sebagai tanggapan, United States Department of State melalui Menteri Luar Negeri Marco Rubio mendesak kedua negara untuk segera menghentikan pertempuran, melindungi warga sipil, serta kembali ke jalur de-eskalasi sebagaimana diatur dalam “Kuala Lumpur Peace Accords”.
Pernyataan itu datang pada saat kekerasan di perbatasan terus meningkat — dengan laporan terbaru yang menyebut bentrokan melibatkan artileri dan senjata ringan, serta meningkatnya jumlah warga sipil dan militer yang menjadi korban.
Dampak pada Warga Sipil & Pengungsi
Konflik ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tapi juga menyebabkan gelombang pengungsian massal. Banyak warga di provinsi perbatasan memilih meninggalkan rumah untuk mencari perlindungan di wilayah aman.
Menurut pernyataan otoritas Kamboja, serangan militer Thailand dilaporkan menewaskan sejumlah warga sipil — beberapa rumah hancur akibat tembakan artileri — dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Situasi memburuk dalam beberapa hari terakhir, dengan kombinasi serangan udara dan darat yang semakin intens di wilayah perbatasan.
Tekanan Internasional dan Seruan Perdamaian
Menanggapi eskalasi konflik, AS mendesak agar kedua belah pihak segera menghentikan permusuhan dan melindungi warga sipil. Seruan serupa datang dari sejumlah negara dan organisasi internasional yang menyerukan agar konflik diselesaikan melalui dialog, bukan kekerasan.
Beberapa pihak — termasuk dari kawasan Asia Tenggara dan komunitas internasional — menekankan pentingnya de-eskalasi, perlindungan HAM, serta langkah diplomasi untuk menyelesaikan sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja.
Latar Belakang Konflik & Isu Perbatasan
Konflik antara Thailand dan Kamboja bukanlah peristiwa baru. Sengketa perbatasan — terutama di wilayah yang disengketakan — telah memicu ketegangan berkepanjangan. Bentrokan bersenjata sebelumnya telah terjadi dan menyebabkan korban serta pengungsi massal.
Menurut data sebelumnya, ribuan warga dari beberapa provinsi di Kamboja sudah pernah mengungsi akibat bentrokan, dengan banyak sekolah ditutup dan akses layanan dasar terganggu.
Masa tenang dan perjanjian damai yang pernah ditandatangani sempat menahan konflik — namun tampaknya rentan runtuh ketika isu mendasar seperti klaim wilayah, keamanan dan kecurigaan kembali memanas.
Tantangan terhadap Perdamaian & Perlindungan Sipil
Situasi ini menunjukkan bahwa konflik bersenjata di kawasan perbatasan membawa dampak besar:
- Ancaman langsung terhadap warga sipil — korban jiwa, luka-luka, rumah hancur, dan pengungsian.
- Ketidakpastian bagi masyarakat lokal — banyak warga hidup dalam ketakutan dan trauma, kehilangan tempat tinggal, serta akses terbatas ke kebutuhan dasar.
- Risiko kemanusiaan dan hak asasi — konflik memperburuk kondisi darurat kemanusiaan, memaksa warga lari dan butuh perlindungan mendesak.
- Kebutuhan mendesak akan diplomasi dan penyelesaian damai — kekerasan hanya memperparah, sementara dialog dan penghormatan hak warga sipil menjadi jalan satu-satunya untuk meredam krisis.
Kesimpulan
Bentrokan bersenjata antara Thailand dan Kamboja telah memasuki fase kritis — menelan korban jiwa, memaksa ribuan warga mengungsi, dan memancing kecaman internasional. Seruan dari AS dan komunitas global menekankan: konflik harus dihentikan, warga sipil harus dilindungi, dan dialog damai harus segera dibuka.
Krisis ini menjadi pengingat bahwa di balik sengketa geopolitik dan klaim wilayah — yang kerap tampak sebagai isu negara — yang paling menderita adalah masyarakat sipil. Untuk itu, upaya diplomasi, kemanusiaan, dan penyelesaian damai mendesak untuk diutamakan.

